Oleh: M. Dwi Cahyono
Gambaran Paleo-Ekologis Rawa Purba dan Pegunngan
Kapur
Paparan ini membicarakan mengenai ‘sejarah ekologi’
atau ‘paleo-ekologi’ kawasan Rawa Purba. Suatu paparan yang penting artinya
untuk memahami terbentuknya lingkungan fisis-alamiah di sub-area selatan
Tulungagung, yang menjadi ‘ajang aktifitas budaya’ dalam kurun waktu panjang
semenjak Jaman Prasejarah hingga kini.Menurut R.W.van Bemmelen (1949:546)
Pegunungan Kapur Selatan Tulungagung merupakan bekas endapan koral, yang
tersusun pada Kala Miosen-Plistosen. Selanjutnya, pada awal Kala Plistosen
bawah terjadi pengangkatan dasar laut oleh gerakan endogen bumi, yang
mengakibatkan terbentuknya Pegunungan Kapur Selatan (Southern Mountain).
pak Dwi Cahyono arkeolog UNM [sumber poto: https://www.facebook.com/photo.php?] |
Kemunculannya terjadi lebih awal daripada terbentuknya Kompleks Gunung Wilis
dan Lawu Purba, yang menurut Sartono (1960:128) terjadi pada menjelang Kala
Pleistocen Bawah. Pegunungan Kapur Selatan memiliki bentang arah barat-timur,
berawal dari daerah Wonosari dan berarkhir di daerah Malang Selatan – yang
berbatasan dengan Lumajang Selatan (Soejono, 1984:90-91). Dengan demikian kala
itu di sub-area selatan Tulungagung terdapat Pegunungan Kapur Selatan, yang di
sisi utara-nya berbatasan dengan laut dangkal. Sedangkan sisi selatannya
berbatasan berbatasan degan samodra luas, yang konon dinamai ‘Samodra Hindia’
(Sartono, 1960:128-129). Pada awal Kala Pleistosen Akhir terjadi perubahan
ekologis di sub-area selatan Tulungagung, yaitu dari laut dangkal menjadi rawa
pedalaman.
Data geologis menunjukkan bahwa pada Kala
Pleistisen Atas ekologi di sub-area selatan Tulungagung berupa Pegunungan Kapur
dengan lembah-lembahnya yang curam. Un-sur tanahnya berupa tanah liat berwarna
kemerahan (terra rosa). Bebarapa buah sungai kecil mengalir padanya, yang
bermuara di laut dangkal. Sungai-sungai kecil itu membawa sendi-mentasi yang
diakibatkan oleh kikisan air hujan pada Pugungungan Kapur Selatan. Akibat
sendimentasi tersebut, lambat laun laut dangkal itu berubah menjadi rawa-rawa
pedalaman. Pembentukan rawa pedalaman dipercepat oleh aktifitas vulkanis dari
Gunung Wilis Purba dan Gunung Kelud – yang terbawa masuk ke dalam laut dangkal
melalui lairan Bangawan Brantas. Berdasarkan catatan hingga setengah abad
terakhir, tinggi sendimentasi mencapai 1 m, yang mengakibatkan genangan pada
daratan di daerah Tulungagung. Endapan material vulkanik yang berupa lahar dingin
itu berlangsung hingga menjelang akhir Kala Pleistosen Atas.
Pada awal Kala Holosen kondisi ekologis di sub-area
selatan Tulungagung berupa Pegunungan Kapur yang melebar kea rah utara dan
rawa-rawa pedalaman yang membentang hingga berbatasan dengan lereng tenggra
Gunung Wilis dan aliran Bangswan Bantas di sisi utaranya. Kala itu di bagian
tengah Jawa Timur terdapat Gunung Kelud, Kawi, kompleks
Arjuno-Welirang-Anjasmoro, dan Penanggungan. Sementara di bagian timur
terbentuk gu-gusan gunug berapi Bromo-Tenggrer-Semeru. Kondisi alam yang
demikian mengakibatkan terbentuknya Bangawan Brantas dan sungai-sungai di
daerah Tulungagung, yang berbatasan dengan areal rawa-rawa pedalaman. Kondisi
air di sungai Brantas yang sarat akan sendimen-tasi akibat aktifitas dua
gugusan gunung berapi itu turut mempercepat terbentuknya rawa rawa pedalaman
tersebut (Bemmelen, 1949:547, 559-560). Demikianlah, pada Awal Kala Pleistosen
bawah hingga awal Kala Holosen di sub-area selatan Tulungagung terdapat
Pe-gunungan Kapur dan rawa-rawa pedalaman.
Kondisi geologis sub-area selatan Tulungagung itu
tidak berbeda jauh dengan kondi-sinya jelang tahun 1889, yang terdiri atas
Pegunungan Kapur Selatan dan rawa pedalaman beserta beberapa anak sungai.
Kondiasi geologis yang demikian menyebabkan semenjak dulu daerah Tulungagung
senantiasa tergenang oleh air bah (banjir) pada setiap musim pengujan, Areal
genangan banjir di Tulungabung terbilang paling luas dan berlangsung paling
lama bila dibanding dengan daerah-daerah lain pada sepanjang DAS Brantas.
Bahkan, secara hidrologis ada beberapa tempat di Tulungaung selatan yang
memiliki perwujudan sebagai rawa, antara lain Rawa Remang di Rejotangan pada
sub-area timur serta Rawa Gesikan (Rawa Campur) dan Rawa Bening (Rawa Bedalem)
di sub-area selatan. Air pada Rawa Gesikan mendapatkan pasokan dari Kali Dawir
berada di sebelah timurnya maupun Kali Ngasinan berada di sebelah baratnya –
dari daerah Trenggalek. Rawa Bening yang lebih luas areal-nya juga mendapatkan
pasokan air dari dua buah sungai yang berasal dari daerah Tenggalek, yaitu Kali
Tawing dan Kali Karangtuwo, serta Kali Keboireng yang berasal dari Tulungagung
Selatan. Rawa Bening dan Rawa Gesikan digubungkan oleh selah sempit, yang
memisahkan daerah Campur Darat dan Bandung.
BERSAMBUNG
Catatan sebelumnya: http://kemahbudayatulungagung.blogspot.co.id/2017/01/paleo-ekologi-sub-area-eks-rawa-purba.html
Catatan sebelumnya: http://kemahbudayatulungagung.blogspot.co.id/2017/01/paleo-ekologi-sub-area-eks-rawa-purba.html
No comments:
Post a Comment